PRABA INSIGHT- Di dunia ritel yang makin padat dan kompetitif, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) yang kita kenal sebagai pemilik jaringan minimarket Alfamart baru saja melakukan manuver cerdas (atau gila-gilaan?) dengan mengakuisisi 70% saham PT Lancar Wiguna Sejahtera (LWS), pemegang lisensi Lawson di Indonesia.
Langkah ini bukan sekadar nyolek-nyolek bisnis sebelah. Ini ibarat Alfamart bilang ke pasar: “Bro, gua sekarang punya Alfamart dan Lawson!”
Transaksi ini dilaksanakan lewat pembelian lebih dari 1,48 miliar lembar saham LWS dari PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), yang sebelumnya jadi induk utama Lawson.
Nilai akuisisinya? Sekitar Rp200,46 miliar atau Rp135 per lembar. Akta jual belinya diteken pada 14 Mei 2025 di hadapan notaris Sriwi Bawana Nawaksari, S.H., M.Kn., di Kabupaten Tangerang.
Dari Perjanjian ke Realitas: Alfamart Kini Punya Dua Senjata Pamungkas
Sebelumnya, MIDI sudah ngasih bocoran ke Bursa Efek Indonesia pada April lalu lewat keterbukaan informasi. Nah sekarang, resmi sudah: AMRT jadi pemilik sekaligus pengendali Lawson Indonesia.
Konsolidasi ini menandai bahwa Alfamart bukan lagi sekadar raja minimarket, tapi juga penguasa waralaba convenience store Jepang rasa lokal.
Bayangkan, satu perusahaan punya Alfamart buat belanja sehari-hari dan Lawson buat beli onigiri sambil nongki. Strategi multibrand ini sepertinya bukan main-main.
AMRT sedang bermain di dua kutub pasar yang berbeda, tapi saling melengkapi. Jelas, ini bukan cuma soal jualan camilan, tapi juga soal mendominasi ekosistem ritel nasional.
MIDI: Fokus di Jalur Sendiri, Biar Nggak Ngoyo
Di sisi lain, MIDI nggak mau kelihatan kalah langkah. Mereka menyebut divestasi ini sebagai upaya menyederhanakan portofolio dan memfokuskan sumber daya.
Dengan melepaskan LWS, MIDI ingin all out mengembangkan jaringan Alfamidi yang memang punya pangsa unik di antara Alfamart dan hypermarket.
Corporate Secretary MIDI, Suantopo Po, menjelaskan bahwa duit dari penjualan saham ini bakal dipakai buat operasional dan belanja modal.
Alias, disalurkan ke hal-hal yang lebih produktif. Fokus mereka ke depan adalah memperkuat ritel kebutuhan harian dengan format yang sudah terbukti moncer di pasar.
Selain itu, MIDI juga menggarisbawahi bahwa transaksi ini bukan termasuk kategori “transaksi material” maupun “benturan kepentingan” sesuai POJK 17/2020 dan POJK 42/2020.
Nilainya di bawah 20% dari total ekuitas per akhir 2024. Jadi, semua sesuai aturan dan tak menimbulkan drama.
Dampaknya ke Depan: Likuiditas Lancar, Ekspansi Aman
Dengan kucuran dana segar lebih dari Rp200 miliar, MIDI punya napas panjang buat ekspansi dan efisiensi.
Mereka nggak perlu buru-buru cari utangan sana-sini. Harapannya, ini bikin struktur keuangan makin sehat dan fleksibel.
Lebih jauh, efisiensi dari divestasi ini diharapkan bakal kelihatan langsung di laporan laba rugi dan arus kas.
MIDI berambisi menata ulang portofolio mereka agar makin adaptif di tengah persaingan ritel yang makin ganas.
Sementara itu, bagi AMRT, langkah ini bisa dibilang upgrade besar. Dengan Lawson dalam genggaman, mereka bisa menarget segmen pelanggan yang lebih urban, premium, dan nyari pengalaman belanja yang beda.
Ritel Makin Seru, Konsumen Makin Dimanjakan
Jadi, apakah langkah Alfamart ini akan jadi kisah sukses konsolidasi ritel, atau justru membuka tantangan baru di era belanja serba instan? Satu hal yang pasti, persaingan antar jaringan minimarket dan convenience store bakal makin panas. Dan bagi konsumen? Makin banyak pilihan, makin enak juga.