PRABA INSIGHT- Hari Sabtu (21/6/2025), langit Solo cerah. Seolah ikut merayakan ulang tahun ke-64 Joko Widodo, Presiden yang dulu dielu-elukan sebagai harapan rakyat, kini lebih sering disebut sebagai bapaknya dinasti politik baru.
Perayaan ulang tahunnya tak digelar di Istana Negara atau lobby gedung KPK, tapi di rumah pribadinya di Kelurahan Sumber, Banjarsari. Lebih merakyat? Bisa jadi. Atau mungkin, karena memang sudah mulai pamit dari panggung kekuasaan.
Warga dan relawan datang sejak pagi. Membawa tumpeng, kue, nasi kotak, hingga doa yang walau tulus terdengar seperti kode keras agar negara ini cepat-baik-baik-saja.
“Cepat sembuh Pak Jokowi. Sehat selalu,” teriak warga.
Alias: sehat terus, biar bisa lihat sendiri siapa yang bakal rusak nama baik Bapak nantinya.
Sekitar pukul 11.20 WIB, Jokowi keluar rumah. Ditemani Iriana dan tiga adiknya, ia menyapa rakyat dengan senyum khas. Senyum yang dulu muncul saat blusukan ke pasar, lalu tetap dipakai meski IKN belum rampung dan harga cabai naik diam-diam.
“Maturnuwun, terima kasih sudah hadir,” ujar beliau.
Kalimat singkat, sederhana, dan tidak memicu polemik berbeda dengan pernyataan beberapa menteri akhir-akhir ini.
Acara dilanjutkan dengan doa bersama. Tidak ada pidato. Tidak ada deklarasi partai. Tidak ada sambutan elite politik. Mereka mungkin sedang sibuk di Jakarta rapat tertutup, susun koalisi, bagi-bagi posisi, dan memastikan anak-anak politik mereka tetap punya tempat di pemerintahan yang akan datang.
Setelah doa, Jokowi dan Iriana masuk kembali ke rumah. Di luar, warga menyantap tumpeng. Tukang becak pulang bawa sembako. Beberapa selfie di depan karangan bunga. Ada yang kirim dari perusahaan, ada dari institusi militer, ada juga dari orang-orang yang entah dulu lawan politik, sekarang kirim bunga pakai embel-embel “sahabat”.
Relawan bernama Yeni datang dengan nasi bancakan. Katanya, ini bentuk kasih sayang. Di negeri yang saban hari dirundung wacana revisi UU ini-itu dan subsidi dicabut pelan-pelan, cinta dalam bentuk karbohidrat memang paling mudah dicerna rakyat.
“Semoga panjang umur dan sehat selalu,” ujar Yeni.
Sebuah harapan yang mungkin terdengar klise, tapi penting apalagi mengingat banyak keputusan penting negara masih dikaitkan dengan satu nama: Jokowi.
Perayaan ini tidak heboh. Tidak penuh janji. Tidak ada gimmick. Tapi jujur saja, di tengah politik yang makin terasa kayak FTV penuh plot twist dan karakter yang loncat logika perayaan sederhana ini terasa menyegarkan.
Meski diam-diam, tetap ada banyak yang bertanya-tanya: Setelah Pak Jokowi, siapa yang benar-benar siap memimpin negara ini… dan siapa yang cuma numpang nama belakang?
Penulis : Deny Darmono| Editor : Ivan