PRABA INSIGHT – Belum juga seminggu pegang SK, Pengurus Bamus Suku Betawi 1982 periode 2025–2030 langsung tancap gas. Rapat kerja perdana digelar di Green Forest Hotel, Bogor.
Di tengah sejuknya pepohonan, para tokoh Betawi justru makin panas membahas masa depan: dari budaya, peradaban, sampai strategi Betawi agar gak sekadar jadi “penonton” di era Jakarta pasca-ibu kota.
“Raker ini ngebahas aturan organisasi yang jadi turunan AD/ART hasil Mubes. Intinya, kita benahin dulu rumah tangga kita sendiri, biar kerja gak ngawur,” kata Muhammad Ikhsan, Sekjen Bamus Suku Betawi 1982.
Tapi jangan dikira cuma rapat birokratis ala-ala kantor kelurahan. Ini soal peran penting majelis adat, pengurus harian, sampai majelis kehormatan.
Semua disusun biar organisasi ini gak cuma eksis di undangan kawinan, tapi juga relevan menghadapi dinamika Jakarta yang makin ngacir.
“Jakarta berubahnya cepet banget, apalagi setelah UU No. 2 Tahun 2024 soal DKJ disahkan. Betawi harus lincah dan adaptif,” lanjut Ikhsan.
Bahasa kasarnya: Kalau diem aja, ya bakal kegilas zaman.
Sementara itu, rencana kerja dua tahun ke depan juga dibedah habis-habisan. Mulai dari penguatan budaya, pengembangan SDM Betawi, peningkatan kesejahteraan warga, sampai roadmap pasca-Ibukota pindah dibahas tuntas. Pokoknya Betawi gak mau lagi cuma jadi “ciri khas wisata”.
“Begitu Ibu Kota pindah, Betawi jangan cuma ditinggalin. Kita harus siap. Soal kota global, aglomerasi, dana abadi kebudayaan, dan posisi lembaga adat mesti kita pikirin bener-bener,” tegas Junaedi alias Bang Juned, Ketua Bidang Organisasi yang juga ketua pelaksana Raker.
Kalau orang lain masih sibuk debat definisi aglomerasi, Betawi udah nyusun strategi.
Dari sisi politik, Bang Boim alias Ichwan Ridwan, Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan Bamus, bilang kalau hasil Raker ini bakal sejalan dengan visi-misi Gubernur Pram dan Bang Doel.
Ada sinyal kuat: Betawi mau jadi partner strategis Pemprov, bukan cuma penonton di tribun.
“Kalo Jakarta maju, yang paling ngerasain dampaknya ya orang Betawi. Jadi wajib hukumnya bantuin Gubernur buat majukan kota ini,” ujar Boim dengan semangat ala orator panggung rakyat.
Dan menjelang usia 500 tahun Jakarta, Bang Boim pun narik napas panjang dan ngasih satu pernyataan yang rada mistis tapi filosofis:
“Peradaban itu biasanya mencapai puncak di abad ke-6 sampai ke-7. Jadi, ini momentum Betawi buat unjuk taji. Raker ini harus jadi titik tolak kegemilangan Betawi untuk abad-abad yang akan datang.”
Penulis : Alma Khairunnisa | Editor: Irfan