PRABA INSIGHT- Di tengah cuaca politik yang makin sumuk dan ruang digital yang makin sempit, seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) dari Fakultas Seni Rupa dan Desain mendadak jadi tokoh utama dalam berita nasional.
Inisialnya SSS, tindakannya? Mengunggah sebuah meme yang menggabungkan wajah Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Meme itu beredar di media sosial, dan yang terjadi berikutnya bukan sekadar notifikasi penuh di HP, melainkan penetapan status sebagai tersangka, lengkap dengan penahanan di Rutan Bareskrim Polri.
Polisi memang belum blak-blakan soal motif. “Masih didalami,” ujar Kombes Erdi Adrimulan Chaniago, perwakilan Humas Polri.
Tapi yang jelas, SSS dituduh melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tepatnya Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 serta Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35.
Ancamannya tak main-main: pidana maksimal 12 tahun penjara dan denda Rp12 miliar.
Meme Bukan Sembarang Meme, Katanya
Bagi sebagian pihak, apa yang dilakukan SSS bukanlah kreativitas anak seni, melainkan bentuk penghinaan terhadap kepala negara.
Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, menilai meme itu sebagai pelecehan, bahkan menyebutnya hoaks visual karena menggunakan foto hasil montase. Ia menegaskan, kebebasan berekspresi ada batasnya, dan batas itu adalah hukum.
Nada serupa juga disuarakan oleh Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP), Utje Gustaaf Patty.
Ia mengaku heran dengan “level” mahasiswa zaman sekarang yang menurutnya bisa setega itu bikin meme.
Ketua Umum Jokowi Mania (Joman), Immanuel Ebenezer, ikut menyayangkan dan menyebut ini sebagai ekspresi yang “kelewat batas.”
Tapi Tak Semua Ingin Langsung Menyeret ke Penjara
Menariknya, di antara suara keras tuntutan hukum, ada pula suara yang sedikit lebih empatik. Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO), Hasan Nasbi, mengatakan bahwa anak muda seperti SSS sebaiknya dibina, bukan langsung dihukum.
Menurutnya, dalam demokrasi, ekspresi semangat anak muda harus diarahkan, bukan diberangus.
“Pak Prabowo tidak pernah mengadukan,” ucap Hasan. Namun ia tetap menyayangkan isi unggahan yang dinilai tak bertanggung jawab.
Dalam konteks ini, ekspresi digital memang sedang diuji: mana yang kritik, mana yang dianggap kriminal.
Kampus Bicara, Orang Tua Minta Maaf
Pihak ITB sendiri tak tinggal diam. Melalui Direktur Komunikasi dan Humas, Nurlaela Arief, kampus menyatakan sedang berkoordinasi dengan berbagai pihak dan tetap mendampingi mahasiswi tersebut.
Bahkan orang tua SSS sudah mendatangi kampus, menyampaikan permintaan maaf, dan turut dilibatkan dalam proses pembinaan lewat Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM).
Refleksi di Tengah Ramainya Kasus Meme
Kasus ini bukan cuma soal unggahan iseng yang berujung jeruji, tapi juga soal bagaimana negara menanggapi ekspresi khususnya yang datang dari kalangan muda.
Di era digital, meme adalah senjata baru satire politik, dan respons terhadapnya bisa jadi barometer kesehatan demokrasi.
Namun yang perlu dicatat: jika meme bisa membuat negara repot, barangkali bukan memenya yang berlebihan, tapi sensitivitas kekuasaan yang kelewat tipis.