PRABA INSIGHT – Sepertinya Elon Musk lagi dalam mode “kalau nggak dikasih, ya udah aku pergi aja.”
Ya, miliarder paling nyentrik di planet ini ngambek lagi. Kali ini bukan soal tweet kontroversial atau peluncuran roket SpaceX, tapi soal gaji. Tepatnya, paket upah senilai 1 triliun dolar AS.
Kabar ini pertama kali dibocorkan oleh Robyn Denholm, Komisaris Utama Tesla, dalam pertemuan pemegang saham pada Senin (28/10/2025). Denholm bilang, Musk mengancam bakal mundur dari kursi CEO Tesla kalau paket upah raksasa itu ditolak pemegang saham dalam RUPS tahunan yang akan digelar minggu depan.
Triliuner atau Tidak Sama Sekali
Jadi begini, Tesla berencana memberi Elon Musk paket kompensasi berbasis saham yang nilainya bisa bikin dompet Dewa Rejeki minder: US$1 triliun.
Rencana ini akan diajukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 6 November 2025.
Denholm menjelaskan, tawaran itu bukan bentuk “sogokan”, tapi cara agar Musk tetap betah di Tesla minimal selama 7,5 tahun ke depan.
Katanya, kalau Musk pergi, Tesla bisa kehilangan “waktu, bakat, dan visi” yang jadi bahan bakar utama perusahaan mobil listrik itu.
Masalahnya, sebagian pemegang saham menganggap langkah ini keterlaluan. Pengaruh Musk di Tesla sudah terlalu besar, dan memberi dia “hadiah” 1 triliun dolar rasanya seperti menyerahkan kunci pabrik ke satu orang saja.
Target Gila, Gaji Lebih Gila
Biar Musk bisa dapet bayaran penuh, Tesla harus menaklukkan serangkaian target yang rasanya lebih susah dari level terakhir Candy Crush.
Antara lain:
- Valuasi pasar Tesla harus tembus US$2 triliun,
- Mengirim 20 juta kendaraan (sekarang baru 2 juta),
- Menghadirkan 1 juta robotaxi yang beroperasi komersial,
- Dan mengirim 1 juta robot AI.
Kalau semua itu tercapai, Musk bukan cuma akan jadi orang terkaya di dunia, tapi juga triliuner pertama dalam sejarah manusia modern. Bayangkan, kekayaannya yang sekarang saja sudah di atas US$400 miliar menurut Forbes. Tambah 1 triliun, mungkin nanti kalau mau beli negara kecil pun bisa.
Kultus Elon dan Dilema Tesla
Masalahnya, banyak pihak merasa Tesla kini terlalu bergantung pada figur Musk.
Denholm sendiri bilang kepemimpinan Musk adalah “kunci kesuksesan Tesla”, terutama dalam pengembangan teknologi AI dan mobil otonom.
Tapi di sisi lain, sebagian pemegang saham dan analis menilai, ketergantungan berlebihan ini justru berbahaya.
Ibarat hubungan yang toxic, Tesla seperti tak bisa hidup tanpa Musk, padahal mungkin seharusnya bisa.
Kalau Nggak Disetujui, Ya Siap-siap Tesla Tanpa Musk
Rencana kompensasi fantastis ini akan menjadi ujian besar buat hubungan antara Musk dan pemegang saham.
Kalau mereka setuju, Musk bisa makin tajir dan Tesla tetap punya nahkoda yang sama.
Kalau tidak… yah, mungkin dunia akan segera menyaksikan versi baru Elon Musk: CEO freelance yang bisa pindah dari roket ke robot kapan saja ia mau.
Yang jelas, apapun hasil RUPS nanti, satu hal pasti: dunia bisnis belum siap kalau Elon Musk benar-benar pensiun dari drama. (Van)






