PRABA INSIGHT- Ring Road Solo tiba-tiba berubah fungsi jadi parkiran truk jumbo, Kamis (19/6/2025).
Bukan karena konser dangdut atau bazar kuliner, tapi karena ratusan sopir truk dari 32 komunitas se-Solo Raya ngamuk bareng nggak terima dengan rencana kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) yang bakal diterapkan tahun 2026.
Sejak pukul 11.00 WIB, jalan dari arah Solo menuju Karanganyar mendadak macet akut. Bukan macet biasa, tapi macet karena ratusan truk berjejer manis di tengah jalan, dari depan SPBU Plesungan sampai nyaris 800 meter.
Sementara jalur sebaliknya dari Karanganyar ke Solo terpaksa dibagi dua. Motor ke kanan, mobil ke kiri, truk? Ya tetap mogok di tengah jalan.
Aksi para sopir ini bukan sekadar parkir liar.
Di atas truk mereka, terpasang spanduk dengan tulisan khas dunia persopiran:
“Nek ora oleh ODOL yawes tak ora gowo”,
“Kami sopir bukan maung”,
“Diam tertindas atau bangkit melawan”.
Drama jalanan ini pun bikin polisi turun tangan. Kasatlantas Polres Karanganyar, AKP Agista Ryan Mulyanto, memastikan pihaknya sudah mengerahkan pasukan untuk mengatur arus lalu lintas.
“Kondisi masih terkendali. Kita sudah floating personel untuk pengalihan arus, biar lalu lintas nggak makin amburadul,” katanya di lokasi.
Ryan juga menjamin bahwa suara para sopir tak akan berakhir jadi angin lalu.
“Aspirasi mereka kami tampung, karena ini bukan hanya Karanganyar, tapi Solo Raya. Nanti akan diteruskan ke atasan dan mungkin akan ditangani langsung oleh Polda,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Manunggal Sopir (PMS) Solo, Kos Sriyanto, bilang kalau aksi ini murni soal solidaritas.
Mereka ingin bersuara lantang, menyambung protes sopir di Jawa Timur soal Zero ODOL.
“Kami hormati langkah teman-teman di Surabaya. Ini bentuk solidaritas. Tapi kami juga ingin keadilan dalam penerapan aturan,” katanya.
Kos menegaskan, sopir tak alergi aturan. Mereka bahkan siap jika kebijakan Zero ODOL benar-benar diberlakukan. Tapi satu hal yang bikin gerah: tebang pilih.
“Kalau aturan diterapkan, ya monggo. Tapi jangan pilih kasih. Yang pengusaha besar dibiarkan, yang kecil langsung dibabat. Ini yang bikin panas,” keluhnya.
Tak cuma itu, mereka juga ngeluh soal uji emisi yang katanya bikin ribet. Padahal truk-truk di Solo, klaim mereka, sudah sesuai standar.
“Masalah panjang bak juga dipersulit. Padahal truk kami standar sesuai dinas. Tapi uji emisi dan administrasi ribetnya minta ampun,” lanjut Kos.
Dan yang paling bikin darah naik? Sosialisasi yang terasa kayak jebakan Batman.
“Katanya masih sosialisasi, tapi kenyataannya udah ditilang. Dikit-dikit dibilang ODOL, padahal belum jelas aturannya. Ini kan nggak fair,” pungkasnya.
Truk jumbo mogok berjamaah bukan karena mogok mesin, tapi mogok kebijakan.
Kalau pemerintah nggak cepat tanggap, bisa-bisa jalanan Solo bakal jadi pameran protes permanen. Dan ya, suara sopir bukan cuma klakson. Mereka juga bisa orasi.
Penulis : Andi Ramadhan | Editor : Ivan