PRABA INSIGHT – Kadang, hidup memang suka bercanda di waktu yang salah. Apa yang dimulai sebagai selingan dari rutinitas KKN di desa, berubah jadi duka mendalam bagi keluarga dan teman-teman satu angkatan.
Enam mahasiswa UIN Walisongo Semarang terseret arus deras di Sungai Jolinggo, Desa Getas, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Mereka sedang menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN) program pengabdian yang biasanya penuh tawa, kegiatan sosial, dan sedikit foto bareng warga untuk laporan akhir. Tapi kali ini, suasananya berbeda.
Dari enam korban, tiga mahasiswa ditemukan meninggal dunia, sementara tiga lainnya masih dalam pencarian.
Menurut Kepala Basarnas Semarang, Budiono, pencarian terkendala cuaca buruk dan kondisi sungai yang ekstrem.
“Tim kami kesulitan karena hujan deras dan arus sungai sangat kuat,” katanya.
Kejadian bermula ketika 15 mahasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) serta Fakultas Sains dan Teknologi (FST) memutuskan bermain air di sela program KKN. Aktivitas itu berlangsung di Sungai Tubing Genting Jolinggo, yang tampak tenang… sebelum air dari hulu datang tanpa undangan.
“Sekitar pukul 14.00 WIB, banjir bandang tiba-tiba datang dari arah hulu akibat hujan deras di wilayah selatan,” jelas Budiono.
Masalahnya, di lokasi tempat mereka bermain, langit hanya mendung tak ada tanda-tanda bahaya. Hujan deras justru terjadi di hulu sungai, menyebabkan debit air naik drastis. Dalam hitungan detik, arus yang tadinya jinak berubah ganas.
Warga yang melihat langsung berusaha menolong. Tim SAR gabungan dari Basarnas, BPBD Kendal, dan relawan segera diterjunkan.
Tiga korban ditemukan dalam kondisi meninggal dunia: Riska Amalia, Syifa Nadilah, dan Muhammad Labib Riski semuanya mahasiswa semester akhir dari FSH UIN Walisongo. Mereka telah dievakuasi ke Puskesmas Singorojo untuk penanganan lebih lanjut.
Sementara itu, pencarian terhadap Bima Pranawira, Nabila Yulian Desi, dan Muhammad Jibril Asyarofi masih berlangsung. Arus deras dan air keruh menjadi tantangan utama.
“Tim SAR gabungan terus berupaya dengan alat deteksi bawah air dan drone, meski visibilitas sangat rendah. Kami berharap operasi bisa selesai dalam 24 jam,” kata Budiono lagi.
Pihak UIN Walisongo Semarang langsung bereaksi. Rektor Prof. Dr. Masrur menyampaikan duka mendalam dan janji untuk mendampingi keluarga korban.
“Kampus akan memberikan bantuan penuh, termasuk biaya pemakaman dan pendampingan psikologis,” ujarnya.
UIN juga berencana mengevaluasi total sistem KKN, terutama soal protokol keselamatan—mulai dari pemantauan cuaca real-time hingga larangan kegiatan rekreasi di area rawan bencana. Karena ternyata, semangat pengabdian mahasiswa tidak cukup kalau alam sedang murka.
BMKG mencatat bahwa curah hujan di Jawa Tengah naik hingga 150 persen pada musim transisi tahun ini. Artinya, banjir bandang bisa datang kapan saja, bahkan saat kita sedang tertawa bersama teman di tepi sungai.
BPBD Kendal pun sudah mengeluarkan peringatan dini agar masyarakat, terutama kelompok muda dan pelajar, menghindari aktivitas di sungai-sungai rawan banjir.
Kisah ini bukan sekadar kabar duka, tapi pengingat. Bahwa dalam pengabdian, ada hal yang jauh lebih penting dari laporan KKN yakni keselamatan diri. Dan mungkin, ini saatnya semua pihak sadar: kadang bencana bukan karena alam yang marah, tapi karena manusia yang lupa berhati-hati. (Van)






