PRABA INSIGHT- Kalau biasanya orang Bekasi antre demi sembako atau diskon alfamart, sekarang beda. Mereka rela antre panjang cuma buat… nyodorin mata ke alat bulat mengilap bernama Orb. Bukan buat ritual gaib, tapi demi duit instan sampai Rp800 ribu.
Namanya World App. Aplikasi yang katanya dari masa depan, tapi rasanya kayak jebakan masa lalu.
Di Narogong, Bekasi Timur, Bojong Rawalumbu, sampai ke pinggir stasiun, warga berjubel. Dari yang muda-muda melek kripto sampai simbah-simbah pensiunan, semua pasrah matanya discan. Demi apa? Demi duit. Ya, siapa yang nggak ngiler?
Tapi tunggu dulu. Ini teknologi penyelamat umat? Atau skema ambisius yang bikin kita jual identitas demi recehan?
Aplikasi Canggih Rasa MLM: Kenalan Sama World App
World App bukan aplikasi ecek-ecek. Ia adalah anak kandung dari proyek Worldcoin ide brilian (atau gila?) dari Sam Altman, bapaknya ChatGPT. Aplikasi ini menjanjikan satu hal: dunia yang tahu siapa manusia sungguhan dan mana yang bot.
Caranya? Scan iris. Beneran, iris mata kamu yang asli. Bukan KTP, bukan sidik jari. Mata.
Setelah discan, kamu bakal dapat World ID semacam paspor digital yang membuktikan bahwa kamu bukan akun palsu.
Plus bonus token Worldcoin (WLD) yang bisa diuangkan. Konon katanya sih tanpa simpan data pribadi. Tapi ya konon itu biasanya manis di awal, getir di belakang.
Dari Ojek Online Sampai Ibu-Ibu Arisan: Semua Ngincer Duit Cepat
Yang bikin World App viral? Jelas: iming-iming duit. Banyak warga ngakunya dapet Rp200 ribu bahkan sampai Rp800 ribu setelah registrasi dan scan mata. Gampang, kan? Nggak perlu trading kripto, nggak usah ngajak orang daftar kayak zaman Ponzi.
Tapi lucunya, justru iming-iming ini bikin orang lupa nanya: data iris gue bakal diapain, ya?
Worldcoin ngotot bilang mereka nggak nyimpan data biometrik, cuma hasil enkripsinya doang. Tapi netizen Indonesia yang trauma sama kebocoran data BPJS dan kebocoran data plat nomor kendaraan nggak gampang percaya.
Kata Pakar: Kalau Sampai Bocor, Dunia Bisa Rusak
Alfons Tanujaya, pengamat keamanan siber dari Vaksincom, juga ikut nimbrung. Katanya, secara teknis Worldcoin cukup aman dan transparan. Tapi tetap ada celah ngeri kalau pengelolanya berubah jadi supervillain digital.
“Kalau badan pengelolanya jahat atau datanya bocor, ini bisa bahaya banget,” katanya. Dan kita tahu, dalam sejarah teknologi, yang namanya kebocoran data itu bukan soal jika, tapi kapan.
Di Mata Pemerintah, Worldcoin Itu Ilegal
Nah ini yang bikin makin seru. Meski rame di lapangan, ternyata Worldcoin belum punya izin resmi dari Kementerian Kominfo. Mereka belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Kominfo langsung pasang badan: blokir dulu, tanya belakangan.
Yang operasikan di Bekasi? Dua perusahaan: PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara. Tapi yang punya izin cuma satu. Satunya lagi? Numpang tenar, tapi nggak punya surat.
Mirip banget kayak orang nebeng Wi-Fi tetangga tapi ngaku punya paket unlimited.
Negara Maju Waspada, Negara Berkembang Jadi Kelinci Percobaan?
Amerika dan Uni Eropa udah kasih lampu merah buat Worldcoin. Mereka waswas soal regulasi data dan privasi. Sementara di Indonesia, justru rame-rame warga antri. Kok kayak kebalik ya?
Ini yang bikin banyak orang mikir: jangan-jangan negara-negara berkembang kayak Indonesia memang jadi sasaran.
Tempat uji coba sistem global yang butuh data manusia asli sebanyak mungkin. Karena di sini, data murah dan duit cepat selalu menang.
Dunia Baru, Tapi Aturannya Masih Jadul
World App ini sebetulnya bisa jadi masa depan: identitas digital yang anti bodong, sistem yang bebas bot, dan transaksi yang lebih aman. Tapi masalahnya, ekosistem hukum dan kesadaran digital kita belum siap.
Jangan sampai, demi uang ratusan ribu, kita justru merelakan data biologis yang nggak bisa diperbarui.
Ingat, KTP bisa diganti. Nomor HP bisa diblokir. Tapi iris mata? Cuma satu dan nggak bisa dicetak ulang.