PRABA INSIGHT – Kalau kamu ngerasa hidup makin berat, tenang… negara juga sama. Per April 2025, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia resmi tembus angka Rp 7.030 triliun. Iya, triliun. Bukan saldo e-wallet kamu yang cuma 7 ribu.
Angka itu setara dengan US$ 431,5 miliar, naik 6,4 persen dari bulan sebelumnya. Dan kalau dibanding tahun lalu? Naiknya lebih galak lagi: 8,2 persen. Tapi jangan panik dulu. Bank Indonesia (BI) bilang, semua masih aman terkendali. Belum waktunya lempar handuk.
“Utang luar negeri Indonesia pada April 2025 tetap terjaga,” kata Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Senin (16/6/2025).
Pemerintah Ngutang Lagi, Katanya Buat Prioritas
Yang bikin angka utang makin montok ternyata bukan cuma kurs dolar yang lagi melempem, tapi juga karena pemerintah menarik pinjaman baru dan investor asing makin cinta sama SBN kita. Kayak dapat pinjaman karena masih dianggap ‘anak baik’.
Makanya, ULN pemerintah melonjak 10,4 persen (YoY) jadi US$ 208,8 miliar. Naiknya 7,6 persen dibanding bulan Maret.
Tapi BI meyakinkan, utang ini nggak buat gaya-gayaan, melainkan buat belanja penting negara. Kayak:
- Jasa kesehatan dan kegiatan sosial (22,3%)
- Pemerintahan dan jaminan sosial (18,7%)
- Pendidikan (16,4%)
- Konstruksi (12%)
- Transportasi dan pergudangan (8,7%)
“Pemerintah tetap kelola ULN dengan hati-hati dan akuntabel,” tegas Ramdan, biar publik nggak mikir ini kayak pinjol negara.
Untungnya, 99,9 persen utang pemerintah adalah jangka panjang. Jadi masih ada waktu buat mikir: mau dilunasin kapan?
Swasta Juga Ngutang, Tapi Lebih Kalem
Bukan cuma pemerintah, sektor swasta juga punya utang. Tapi kabar baiknya, mereka lebih tahu diri.
Total ULN swasta April 2025 tercatat US$ 194,8 miliar, dan malah turun tipis 0,6 persen secara tahunan. Sebelumnya di Maret bahkan sempat minus 1 persen.
Meski begitu, lembaga keuangan mulai ngegas: tumbuh 2,9 persen setelah sebelumnya sempat kendor.
Empat sektor yang paling hobi ngutang:
- Industri pengolahan
- Jasa keuangan dan asuransi
- Pengadaan listrik dan gas
- Pertambangan dan penggalian
Semuanya menyumbang 80 persen dari total ULN swasta, dan mayoritas juga utang jangka panjang (76,9 persen).
“ULN swasta tetap didominasi utang jangka panjang,” kata Ramdan, kayak ngasih tahu, “Tenang, ini bukan utang kilat kayak pinjol ilegal.”
Utang kita memang makin gemuk, tapi BI tetap optimis: semua masih on track. Cuma ya gitu… rakyat boleh percaya, asal tetap waspada. Jangan sampai utang dijual atas nama “pembangunan”, tapi rakyat cuma kebagian bayar bunga.
Karena dalam dunia ekonomi modern, utang itu katanya “biasa”. Tapi kalau tiap bulan harus bayar ratusan triliun, kita patut nanya:
“Buat siapa, dan manfaatnya dirasakan siapa?”
Penulis : Alma Khairunnisa| Editor : Ivan