PRABA INSIGHT – Kalau korupsi adalah drama panjang, maka Kota Bima adalah panggungnya, dan aktor-aktor utamanya belum semua ditangkap.
Begitulah kira-kira keresahan ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Komite Mahasiswa dan Pemuda (KMP) NTB Jakarta saat menggeruduk Gedung KPK, Rabu, (21/05).
Mereka datang bukan buat nyanyi “Dari Sabang sampai Merauke”, tapi membawa satu tuntutan super serius: Tangkap Ellya Alwaini istri eks Wali Kota Bima Muhammad Lutfi beserta kroni-kroninya.
Buat yang lupa, Lutfi sudah divonis 7 tahun penjara karena terbukti korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemkot Bima periode 2018–2023.
Tapi mahasiswa menilai, Lutfi nggak main sendiri. Drama ini bukan solo performance, tapi pertunjukan berjemaah.
“Pemberantasan korupsi harus tetap berjalan, dan elit penguasa yang korupsi harus segera ditangkap. Apalagi korupsi ini dilakukan secara berjamaah dan dampaknya, rakyat Kota Bima yang jadi korban.”Begitu kata Ahmad Andi, koordinator aksi, yang orasinya lebih panas dari matahari Jakarta.
Dalam daftar yang mereka tuntut, selain Ellya, ada pula nama-nama yang disebut dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 136 K/Pid.Sus/2025: Muhammad Makdis (adik ipar), Fahad Fuad ST, Muhammad Amin, Agus Salim, dan Iskandar Zulkarnaen.
Bukan sekadar rumor tetangga, nama-nama ini disebut secara sah dalam pertimbangan hakim agung Dwiarso Budi Santiarto, Agustinus Purnomo Hadi, dan H Achmad Setyo Pudjoharsoyo.
Mereka menyebut para tokoh ini melakukan pemufakatan jahat, terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pemborongan, pengadaan, dan persewaan proyek di lingkup Pemkot Bima. Bahasa halusnya: kongkalikong kelas kakap.
Mahasiswa pun menegaskan: Kalau KPK masih adem, aksi bakal makin ramai.
“Jika KPK tidak segera menangkap Elly dan antek-anteknya, maka KMP NTB Jakarta akan mengadakan demonstrasi dengan massa aksi yang sangat banyak untuk menuntaskan kasus korupsi ini,” ujar Andi.
Aksi ini bukan soal bising-bisingan di depan gedung mewah. Ini bentuk perlawanan terhadap ketimpangan hukum.
Sebab rakyat di Bima sudah cukup kenyang disajikan penderitaan akibat korupsi. Kalau elite-elite yang terlibat masih bebas selfie di acara keluarga, ya wajar kalau mahasiswa marah besar.
Karena yang kita tahu KPK itu bukan tempat buat ngopi-ngopi, tapi tempat untuk membasmi sampai tuntas. Termasuk korupsi yang dilakukan berjamaah.
Penulis : Bram